Pijarku
Jakarta, 6 Oktober 2004   
Monday, September 12, 2005
Jatuh Bangun
Judul di atas memang saya kutip dari judul lagu dangdut yang dikumandangkan Kristina. Hehe...mengapa saya memberi judul itu? Karena ini ada hubungannya dengan anak semata wayang saya yang bernama Pijar Syiffa Aditama. Sampai saat ini, Pijarku, yang baru 6 September kemarin baru ulang bulan, sering sekali jatuh.

Jatuh? Memang itu suatu pembelajaran kepada diri anak. Walaupun dengan seringnya ia terjatuh, secara langsung akan memberikan "sesuatu yang berharga" pada dirinya. Satu hal lagi, jatuh adalah proses introspeksi anak, agar jangan mengulangi lagi hal-hal yang akan membuat dia terjatuh untuk kedua atau ketiga kalinya.

Jadi teringat dengan kepala botaknya Pijar. Saya kadang suka tersenyum atau sesekali menangis, melihat kepala botaknya penuh dengan benjol-benjol. Sakit? Tentu ya. Kita saja yang orang dewasa barang kali sudah mengaduh kalau terjatuh dan menahan sakit. Lain pula dengan Pijar. Meskipun karena terjatuh itu, tapi dia malah berusaha dan berusaha lagi untuk mencoba sesuatu. Misalnya, untuk mencoba meraih barang yang ia incar atau mencoba meraih kaca cermin yang tergantung di dinding.

Karena tak lelahnya Pijarku itu untuk mencoba dan mencoba lagi, tak pelak bundanya selalu khawatir. Dan selalu berujar, "Udah nak, kamu cape, istirahat dulu sini..." Hahaha, dasar anak? Cape tidak pernah ia rasakan, bahkan selalu aktif dan aktif terus.
Inilah pengalaman ketika Pijar jatuh:
1. Pertama kali, jatuh dari tempat tidur.
2. Saat belajar merayap di meja.
3. Saat mendorong kursi.

Jadi teringat dengan artikel di Nakita (saya kutip ya):
Jatuh Bangun Perkaya Memori
Menurut pendapat psikolog dari RSAB Harapan Kita, Dra. M Louise M.M. Psi. Ia menegaskan, kegagalan atau jatuh-bangun dalam proses belajar merupakan hal yang biasa. Dulu selagi kita belajar naik sepeda, contohnya, siapa sih yang tidak terluka karena jatuh? Begitu juga saat kita tengah belajar berjalan. Coba saja tanyakan ke orang tua kita berapa puluh kali dulu kita jatuh bangun saat itu. Jadi benar kata pepatah, Kalau ingin berhasil ya harus berani gagal dulu. Bukankah ketika anak terjatuh, ia akan merasa makin tertantang dan berintrospeksi. Oh ternyata sakit dan enggak enak ya kalau jatuh. Momen inilah yang bisa dijadikan anak untuk berintrospeksi, tentunya setelah diarahkan orang tua. Contohnya, Oh, kata mama aku jatuh karena terpeleset di lantai yang licin. Mama bilang kalau jalan aku harus hati-hati. Dari pengalaman semacam itu anak akan belajar, Aku enggak mau lagi jatuh. Soalnya, jatuh itu sakit. Begitu ia mendapat pengalaman dan belajar darinya, saat menghadapi jalan licin, memori mengenai pengalaman tak enak tadi akan muncul sebagai data, Jalan ini licin. Aku harus pegangan dan hati-hati supaya enggak jatuh lagi. Nah, refleks semacam ini jika muncul terus-menerus akan terakumulasi sebagai suatu bentuk keterampilan yang membuat anak siaga.


Jadi merasa sedikit lega setelah membaca dan memahami kutipan artikel di atas. Mudah-mudahan Pijarku menjadi anak yang siaga, amin.
posted by Raditya Aditama @ 2:43 PM  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
Free Web Site Counter



We Joined Blogfam

Previous Post
Archives
Special
Friends
Reference
Chat Here!

Name :
Web URL :
Message :
smileys